The Need for Sex
Courtecy of Literarygifting.com |
Dengan begitu semrawutnya ekspresi seksualitas di zaman ini, maka banyak anggapan bahwa seks untuk lelaki hanyalah soal memenuhi kebutuhan biologis. Anggapan seperti ini adalah sebuah penyederhanaan yang terlalu sederhana. Karena kalau mau kita pikirkan lagi, seks berfungsi sebagai outlet biologis dan emosional primer lelaki. Melalui seks lelaki mendapat suplai hormon oksitosin dan vasopresin yang membuat dirinya merasa menjadi manusia yang berfungsi baik, “I feel good”. Selain itu dengan berhubungan seks, lelaki juga mendapatkan booster testosteron yang menjadikan para lelaki ini merasa lebih baik. Maka meski wanita bisa mengontrol terjadi atau tidaknya hubungan seks, lihat-lihat situasinya. Jangan-jangan pada saat itu pasangan memang sedang butuh mood booster agar ia merasa percaya diri.
How Much is Too Much?
Seringkali kita mendengar keluhan suami yang mengatakan bahwa istrinya sekarang dingin, selalu mengelak saat diajak berhubungan. Tapi pernah juga suatu ketika saya mendapati sepasang suami istri yang hubungan seksnya sangat dikendalikan oleh sang istri. Setiap hari mereka pasti melakukan aktifitas ini, meski sang suami kadang mengeluh bahwa hal ini sudah kelewatan. Pertanyaan yang sering sekali diajukan oleh pasangan adalah, berapa banyak sih normalnya suami istri melakukan hubungan seks?
Sebuah studi yang dilakukan tahun 1994 di Amerika, menemukan bahwa sebagian besar pasangan suami istri melakukan hubungan seks beberapa kali dalam sebulan, ada yang rutin melakukan 2-3 kali per minggu, ada pula yang dalam hitungan bulanan frekuensinya. Memang tidak ada ahli yang mampu memberikan jawaban pasti tentang seberapa sering seks dilakukan oleh pasangan suami istri, karena ukurannya dipengaruhi oleh banyak hal. Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Harry Fisch, MD dikatakan bahwa untuk pasangan dengan usia kurang dari 30 tahun, maka rata-rata hubungan seks dilakukan 2 kali seminggu. Sementara bagi mereka dengan usia 50-69 tahun, hubungan seks dilakukan rata-rata sekali setiap minggu. Yang jelas, sebuah perkawinan dengan frekuensi berhubungan seks kurang dari 10 kali per tahun, dianggap sebagai sexless marriage, alias perkawinan tanpa seks.
Happiness Determinant
Banyak sedikitnya aktifitas seks pasangan suami istri memang dapat menjadi sumber ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Tapi, sebagaimana setiap orang berbeda dari orang lain, begitu pun dengan perkawinan. Tidak ada rumus yang sama berlaku untuk semua perkawinan. Keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga lebih dipengaruhi oleh apakah sebagai pasangan Anda merasa bahagia dengan hubungan seks yang Anda miliki, bukan dari sering atau tidaknya hubungan tersebut dilakukan.
Seks mestinya dapat dilihat sebagai penanda sehat tidaknya seseorang, dan tentunya sebuah hubungan. Pasangan yang semakin jarang melakukan hubungan seks menjadi rentan terjebak dalam kemarahan, rasa tidak saling terikat, tidak setia, dan sangat mungkin berakhir dengan perceraian. Tapi lalu apakah sexless marriage menjadi suatu masalah? Bisa ya, tapi bisa juga tidak. Ada kok pasangan yang sudah hidup bersama sekian lama dan bisa bertahan tanpa seks. Hanya saja, bagi perkawinan mereka, seks tidak menjadi prioritas. Mungkin saja bagi mereka keandalan pasangan dan rasa saling percaya lebih berarti ketimbang aktifitas fisik melakukan hubungan seks.
Find the Right Key
Komunikasi lagi-lagi menjadi jurus utama dalam menyelesaikan urusan intim ini. Sebagai pasangan, usahakanlah untuk terbuka tentang apa yang diharapkan dari pasangan. Kemampuan negosiasi menjadi senjata yang harus dimiliki oleh setiap pasangan, karena yang namanya hasrat seks tak selalu muncul bersamaan bukan? Banyak hal yang berpengaruh dalam hubungan seks, seperti usia pasangan, gaya hidup, kesehatan masing-masing orang, libido, dan kualitas hubungan itu sendiri. Ketika hal ini dapat diutarakan dan dinegosiasikan, maka seks akan menjadi letupan kesenangan dalam rumah tangga, bukan sebagai pembawa stres.
Ketika sebagai pasangan Anda menemui kesulitan untuk bicara dari hati ke hati mengenai seks, maka tak ada salahnya berkunjung ke terapis untuk mendapatkan konseling. Manusia tidak diciptakan untuk hidup sendiri, maka jangan ragu untuk meminta pertolongan. Suatu langkah kecil mungkin saja akan menyelamatkan kehidupan rumah tangga Anda.
Do it and Enjoy it
Sebagai sebuah cara untuk membuat kedekatan emosi antar pasangan, aktifitas seks tak harus selalu berupa penetrasi alat kelamin yang memakan waktu. Keintiman emosi yang diekspresikan melalui sentuhan, pelukan, berpegangan tangan, bahkan menghabiskan waktu untuk bicara dari hati ke hati juga dapat menjadi cara membangun kedekatan. Seperti kemampuan menyetir mobil atau bersepeda, kalau lama tak digunakan, maka bisa-bisa kita lupa caranya. Begitu pun dengan seks. Maka cobalah! :)
Referensi
http://online.wsj.com/news/articles/SB10001424127887324874204578438713861797052
dr.Gina Anindyajati
Angsamerah Clinic
Graha Media Building Lt.2
Jl. Blora 8-10, Menteng, Jakarta Pusat 10310
+6221-3915189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar