Courtesy of HealthTap |
Saat acara bakti sosial atau pemeriksaan keliling, dokter paling laris
diminta untuk melakukan tensi alias pemeriksaan tekanan darah. Tak jarang di
rumah saat tak bertugas pun dokter mendapat request untuk mengukur tensi
para penghuni rumah. Hal ini boleh dikatakan bagus, karena artinya masyarakat
sudah sadar pentingnya melakukan pengecekan atas kondisi kesehatan mereka.
Komentar setelah mengetahui hasil tensi pun beragam. Misalnya jika
tekanan darah 130 orang masih bilang, “Oh bagus dong segitu, nggak tinggi kan?”. Atau saat hasilnya
menunjukkan angka 150 tapi tidak ada gejala yang dirasakan, maka orang biasa merespon dengan, “ Ah, tapi kan nggak
papa, nggak pusing kok... Ini bukan hipertensi!”
Apa sih yang dimaksud dengan tekanan darah?
Tekanan darah adalah sejumlah kekuatan yang dihasilkan oleh darah di
dalam pembuluh arteri saat darah dipompa keluar dari jantung. Setiap kali otot
jantung berkontraksi untuk memompa darah, darah akan menekan dinding pembuluh
arteri dan diukur sebagai tekanan sistolik (angka yang di atas pada hasil
pengukuran tensi). Ketika jantung beristirahat di antara denyutan, tekanan di
dinding pembuluh arteri berkurang dan diukur sebagai tekanan diastolik (angka
yang di bawah).
Banyak orang beranggapan tekanan darah itu nilainya tetap. Mau diukur
kapan pun maka hasilnya akan sama. Nyatanya tidak begitu, tekanan darah tidak
pernah konstan dan tidak boleh konstan. Tubuh manusia senantiasa melakukan
penyesuaian dengan kondisi sehari-hari, sehingga tekanan darah selalu berubah.
Misalnya saja, saat sedang beristirahat kemudian dikagetkan dengan suara
jeritan, maka tekanan darah bisa naik dari 120/70 menjadi 150/90 mmHg.
Bacaan tekanan darah yang ideal adalah 120/80 mmHg atau di bawah nilai
itu. Semakin tinggi hasil pengukuran tensi, maka kerja jantung juga semakin
berat. Bayangkan saja, setiap hari jantung yang berukuran sekepalan tangan
harus memompa kurang lebih 100.000 kali. Ketika jantung harus bekerja lebih
keras, maka ototnya akan membesar serta pembuluh arteri menjadi kaku dan
sempit. Bila hal ini terjadi, risiko stroke, gagal ginjal, dan penyakit
jantung sudah di depan mata.
Tekanan darah tinggi dan Hipertensi,
dimanakah bedanya?
Yang dimaksud dengan hipertensi adalah semua tekanan darah yang tinggi.
Berapa batasannya? Menurut JNC 7 (Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure), istilah
tekanan darah tinggi mencakup semua tekanan darah di atas 120/80 mmHg,
sementara hipertensi merujuk pada suatu keadaan di mana tekanan darah 140/90
mmHg atau di atas nilai itu. Hanya saja, bagi orang yang menderita kencing manis (diabetes),
batasan hipertensi adalah tekanan darah 130/80 mmHg.
Hipertensi sendiri dibagi menjadi 3 kategori:
1. Pre-hipertensi, tekanan darah 120/80 – 139/89 mmHg
2. Hipetensi Stage I, tekanan darah 140-90 – 159/99 mmHg
3. Hipertensi Stage II, tekanan darah >160/>100 mmHg
Kelompok pre-hipertensi artinya tekanan darah orang tersebut belum
melampaui batas hipertensi, tapi seiring waktu akan menjadi hipertensi, kecuali
bila melakukan tindakan pencegahan dengan memperbaiki gaya hidup.
Penyebab Hipertensi
Selain klasifikasi berdasarkan angka hasil pengukuran tensi, hipertensi
juga dikelompokkan berdasarkan penyebabnya:
1. Hipertensi Primer
95% orang dengan hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Hipertensi
primer disebut juga hipertensi esensial, yang artinya sumber penyebab
hipertensi tidak dapat diidentifikasi. Ahli kalangan medis meyakini bahwa
hipertensi primer terjadi karena faktor gaya hidup, di mana diperkirakan hampir
separuh populasi sensitif terhadap garam. Artinya, konsumsi garam yang tinggi
akan meningkatkan tekanan darah orang-orang ini.
2. Hipertensi Sekunder
Pada kelompok ini, hipertensi terjadi karena ada penyebab medis yang
jelas seperti:
-
Stenosis arteri ginjal
(penyempitan pembuluh darah ginjal)
-
Hiperaldosteronism (produksi
hormom aldosteron yang berlebihan)
-
Hipertiroidisme (produksi hormon
tiroid yang berlebihan)
-
Pheochromocytoma (tumor pada
kelenjar adrenal - ginjal)
3. White Coat Hypertension
Banyak yang tahu bahwa stres dapat membuat tekanan darah naik. Dan
kadang, kunjungan ke doker bisa menjadi pemicu stres yang meningkatkan tekanan
darah seseorang. Dulu, kondisi ini dianggap tidak penting oleh dokter. Hanya saja
sekarang ada dokter yang menganggap fenomena ini perlu diperhatikan untuk
mengetahui pengaruh stres terhadap naiknya tekanan darah.
4. Hipertensi Labil
Meski tekanan darah selu berubah, pada hipertensi yang labil perubahan
terjadi lebih sering. Perubahan ini dipengaruhi oleh konsumsi kafein (dalam
kopi, teh, atau minuman berenergi) atau seangan cemas. Kondisi ini penting
diperhatikan dan perlu ditangani untuk menghindari bahaya yang mungkin timbul.
5. Hipertensi Maligna
Kelompok ini adalah hipertensi yang paling berbahaya, ditandai dengan
naiknya tekanan darah secara tiba-tiba. Bahkan angka diastolik bisa mencapai
120-130 mmHg atau lebih tinggi. Bila kelompok lain mungkin tidak disertai
gejala, hipertensi maligna biasanya diiringi dengan keluhan nyeri kepala hebat
atau mual muntah. Tak jarang dijumpai keluhan sulit bernapas, nyeri dada,
pandangan kabur, kejang, bahkan kehilangan kesadaran.
Keadaan ini termasuk dalam gawat darurat medis dan perlu penanganan
segera. Hipertensi maligna bisa berlanjut menyebabkan kerusakan ginjal
permanen, stroke, serangan jantung, gagal jantung, serta perdarahan
otak. Penyebab pasti terjadinya hipertensi maligna tidak diketahui, tapi
penghentian obat antihipertensi secara sembarangan berisiko meningkatkan
tekanan darah tiba-tiba dan mengalami hipertensi maligna.
Rutinlah mengecek tekanan darah Anda dan konsultasikan pada dokter bila
mengalami keluhan.
Referensi
The
Harvard Medical School Guide To Lowering Your Blood Pressure
dr.Gina
Anindyajati
Angsamerah Clinic
Graha
Media Building Lt.2
Jl.
Blora 8-10, Menteng, Jakarta Pusat 10310
+6221-3915189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar