“Akhir-akhir ini
kepala sering terasa mau pecah, kerjaan menumpuk, berangkat harus lebih pagi
karena jalanan Jakarta semakin macet, belum lagi pacar yang seolah menuntut
untuk lebih diperhatikan. Ah, stres!”
Berbagai tekanan
memang menjadi santapan rutin dalam hidup, dan itu bukanlah sesuatu yang bisa
kita hindari. Meski tidak tercantum sebagai penyebab kematian terbanyak, stres
dihubungkan dengan kejadian sakit jantung dan stroke, keduanya merupakan
penyebab kematian terbanyak.
Selain kedua
penyakit di atas, stres biasa muncul sebagai keluhan fisik seperti:
- Reaksi alergi pada kulit
- Konstipasi kronis
- Nyeri kronis atau kelelahan berkepanjangan
- Diabetes
- Pusing
- Rasa terbakar pada ulu hati
- Hipertensi
- Infertilitas
- Keluhan pencernaan (irritable bowel syndorme)
- Premenstrual syndrome
- Insomnia
Begitu erat
kaitannya stres dengan kesehatan hingga kita harus bisa belajar untuk
mengelolanya.
Fight or Flight
Respon terhadap
stres terbentuk sejak manusia hidup di jaman primitif. Awalnya respon ini
dihasilkan secara alamiah untuk mempersiapkan tubuh dan pikiran menghadapi
ancaman fisik. Bedanya, jika jaman dulu yang dianggap ancaman adalah serangan
hewan buas, maka saat ini ancaman bisa berupa susahnya mengatur kehidupan
pekerjaan dan urusan rumah tangga. Permasalahannya adalah pikiran kita memiliki
kesulitan untuk membedakan mana yang merupakan ancaman fisik sungguhan dengan
masalah sehari-hari.
Saat berhadapan
dengan suatu ancaman, otak bagian depan yang mengontrol kesadaran mengirim 3 macam
sinyal. Satu dikirim menuju sistem otot dan tulang, sehingga otot tegang
terutama di bagian rahang, bahu, dan punggung. Tubuh dipersiapkan untuk sigap
melarikan diri. Kemudian respon ini dikenal sebagai fight or flight response.
Sinyal kedua
dikirim oleh otak depan ke hipotalamus (bagian otak yang mengatur persarafan).
Energi akan difokuskan ke bagian tubuh tertentu, misalnya untuk meningkatkan
denyut nadi dan tekanan darah. Sementara aliran darah ke bagian lain seperti
tangan dan kaki berkurang sehingga teraba dingin. Untuk sinyal ketiga, dikirim
dari otak depan ke kelenjar hipofisis yang akan melepaskan berbagai hormon dan
mengaktifkan sistem imun secara berlebihan. Bila hal ini terus berlanjut, maka
efeknya justru akan buruk karena menghancurkan tubuh sendiri.
Stres Dalam
Kehidupan
Penilaian orang
terhadap suatu kejadian yang membuat stres mungkin berbeda-beda. Beberapa
dekade yang lalu, psikiater dari Universitas Washington membuat skala untuk
mengukur stres. Urutan 10 teratas kejadian yang menyebabkan stres adalah:
- Kematian pasangan
- Perceraian
- Perpisahan
- Hukuman penjara
- Kematian anggota keluarga
- Kecelakaan atau penyakit
- Perkawinan
- Dipecat dari pekerjaan
- Rekonsiliasi perkawinan
- Pensiun
Tiap orang memiliki
ambang stres yang berbeda dalam menghadapi suatu kejadian. Yang jelas, mereka
yang tidak mengambil tindakan untuk mengontrol stres pada akhirnya akan
dikontrol oleh stres itu sendiri. Menjadi sebuah masalah ketika respon stres
berulangkali muncul dan menyia-nyiakan fungsi tubuh. Karena menurut sebuah
perkiraan, fight or flight response
bisa muncul hingga 50 kali dalam sehari!
Mengenali Stres
Telah disebutkan
bahwa stres dapat muncul sebagai keluhan fisik, dan jumlahnya banyak sekali.
Biasanya stres dikaitkan dengan keluhan nyeri atau rasa lelah berkepanjangan.
Selain itu stres juga dapat muncul sebagai gangguan emosi, perilaku, serta
kognitif. Misalnya saja rasa kesepian, kesulitan berkonsentrasi, sulit membuat
keputusan, kehilangan arti hidup, kurang kreatif, hingga kehilangan selera
humor.
Stres juga bisa
mengganggu pikiran akibat pikiran negatif yang terus muncul. Kita akhirnya
termakan oleh rasa cemas, khawatir, marah, atau ragu-ragu. Satu hal negatif
saja bisa membawa kita memikirkan beribu kemungkina n negatif lainnya. Hal ini
disebut sebagai pikiran otomatis (automatic
thoughts).
Dr. Aaron Beck,
dilanjutkan oleh Dr. David Burns mengembangkan teori perubahan kognitif akibat
adanya pikiran otomatis. Perilaku yang timbul berupa:
- All or nothing. Satu saja kesalahan dibuat, maka kita merasa telah gagal total.
- Overgeneralization. sebuah kesalahan yang terus diungkit dan dijadikan alasan atas segalanya. Misalnya merasa sama sekali tidak menarik atau tidak bisa dipercaya.
- Saringan mental. Akibat satu kejadian negatif, segala kejadian yang muncul setelahnya dianggap tak lagi menarik.
- Melompat pada kesimpulan. Kesimpulan negatif begitu cepat diambil tanpa mengecek fakta yang ada. Di jaman informasi serba cepat seperti sekarang, hal ini menjadi sebuah tantangan yang sangat menarik.
- Membesar-besarkan atau menihilkan. Suatu masalah kecil yang dibesar-besarkan seolah suatu bencana atau justru mengecilkan semuanya untuk bisa merasa baikan.
- Selalu mengatakan “Seharusnya”. Mengikat diri pada sebuah latar yang kaku hanya akan membawa penyesalan.
- Memberi label. Memberi julukan negatif kepada suatu kejadian bahkan seseorang atas apa yang terjadi (misal bajingan, dsb.)
Tak kenal maka tak
sayang. Ada baiknya kita meluangkan waktu untuk melihat diri sendiri dan
mengenali, adakah tanda-tanda stres yang kita miliki. Dengan demikian, kita
bisa mengambil langkah selanjutnya untuk mengontrol stres dalam kehidupan kita.
Referensi
The
Harvard Medical School Guide To Lowering Your Blood Pressure
dr.Gina Anindyajati
Angsamerah Clinic
Graha Media Building Lt.2
Jl. Blora 8-10, Menteng, Jakarta
Pusat 10310
+6221-3915189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar