mind sketch by ns |
Setiap hari kita bertemu orang, menyapa, berbicara, mendengarkan dan banyak berkata-kata. Apakah ini suatu bentuk komunikasi? Kalau kita melihat iring-iringan semut ditembok, semut juga memberi sapaan pada kawan-kawannya. Mereka juga berkomunikasi. Meski komunikasi dilakukan setiap saat dalam kehidupan kita sehari-hari, komunikasi masih saja bermasalah: miskomunikasi.
Miskomunikasi merupakan pemicu ketidak harmonisan relasi antar manusia, antar bangsa bahkan antar makhluk.
Hidup damai, saling menghargai,
saling mengasihi, adalah kunci kesejahteraan. Kesejahteraan merupakan ciri
kesehatan jiwa. Berbicara jiwa, orang menggambarkannya sebagai sesuatu yang
tidak nampak namun terasa. Jiwa adalah cermin dari perasaan, pikiran, dan perilaku. Meski lembut tutur bahasa, bilamana perilaku tidak
mengiringi, maka jiwa tidak menunjukan bahwa ia sehat. Meski termenung
tidak berkata, tidak mengganggu orang lain, orang akan membaca sebagai orang
dengan jiwa sedang tidak sehat. Jiwa tidak sehat bukan monopoli orang gila (baca: skizofrenia), ia cermin dari segala ketidak
serasian antara pikiran-perasaan dan perilaku. Maka suatu saat dalam hidup
kita, kita pernah mengalami gangguan jiwa, tak pandang status sosial maupun ekonomi.
Komunikasi
Komunikasi terjadi atas beberapa
syarat, yaitu adanya pihak yang berkomunikasi (pemberi dan penerima pesan),
alat komunikasi (tubuh, mimik, suara, atau alat bantu komunikasi seperti ponsel, dsb), dan lingkungan tempat komunikasi. Pihak
yang berkomunikasi perlu dapat menyampaikan pesan jelas sehingga penerima
komunikasi menangkap seperti apa yang dikehendaki oleh pemberi pesan. Bahasa tubuh pemberi dan penerima pesan juga
merupakan sarana menyamankan komunikasi.
Banyaknya perihal yang terlibat
dalam komunikasi, kita batasi saja pembicaraan pada pemberi dan penerima pesan,
pada orangnya. Pemberi dan penerima pesan, tentu saja pada alat-alat yang mentransfer komunikasi dan ketrampilan
menyampaikan komunikasi.
Komunikasi dan Otak
Otak merupakan kumpulan sel-sel
syaraf dengan silang menyilang serabut syaraf bagai kabel-kabel telepon atau
sirkuit listrik dan komunikasi sel syaraf adalah percikan arus listrik yang
saling sambung menyambung. Masing-masing sel syaraf saling berhubungan dan saling
dapat memindahkan (transfer) listrik komunikasinya kepada sel syaraf lainnya.
Percikan listrik dimungkinkan karena adanya alat neurotransmitter (alat transmisi antar sel syaraf). Semisal saya
membicarakan hal A, dan berharap syaraf A’ yang menerima, lalu saya berubah pendapat tiba-tiba
akan membicarakannya dengan sel B. Maka loncatan listrikpun berpindah ke sel
B’. Jadi loncatan neurotransmitter
ini dapat berpindah lebih cepat dari suara kita, sebab arus listriknya sangat
cepat.
Sampai di suatu pusat analisis otak, informasi akan dianalisis artinya/makna
dibalik kata/bahasa tubuh yang menyertai, dst. Lalu masih
diimbuhi unsur emosi oleh sebuah sistem emosi di otak tengah, baru diteruskan ke otak logika yang akan menyiapkan
jawaban (respon) dalam bentuk kata disertai mimik dan bahasa tubuh lainnya yang
dianggap sesuai oleh penerima pesan.
Korteks frontal adalah tempat
logika, bagian tengah (striatum, substansia nigra, VTA, nucleus akumbens) unsur
emosinya kuat.
Neurotransmitter yang memegang
peran penting di otak banyak sekali, utamanya adalah dopamin dan serotonin.
Komunikasi dan
Neurotransmitter
Neurotransmitter meneruskan percikan
listrik dari satu sel syaraf ke sel syaraf lainnya. Bilamana neurotransmitter
yang bekerja berunsur banyak dopamine, maka orang dengan riang, senang, gembira
menanggapi atau menerima komunikasi
dan mungkin komunikasi akan berjalan lancar serta menyenangkan. Dopamin keluar di saat-saat kita bergembira (makan
menonton, terpesona, jatuh cinta dsb). Sayangnya keluarnya dopamin yang berlebihan
identik dengan gejala skizofrenia.
Skizofrenia adalah
keadaan gangguan jiwa dengan pengeluaran dopamin yang berlebihan sehingga
terjadi kekacauan sirkuit listrik komunikasi. Orang menjadi kebingungan,
curiga, tidak jelas mana yang nyata dan mana yang angan-angan. Contoh dapat
kita simak dari kebingungan pada kasus mutilasi ibu kandung di Pejompongan
bulan Juli 2013 yang diberitakan oleh media .
Lain lagi kerja neurotransmitter serotonin, suatu
neurotransmitter yang mengatur tidur dan terjaga manusia, serta keinginan kuat
untuk mencapai dorongan motivasi. Ingin unggul dari orang lainnya. Melalui
proses belajar dan suasana hati yang menyenangkan. Kekurangan serotonin membuat
orang merasa kehabisan energi, malas, tak berkehendak, tak ingin mencapai cita,
letih dan lesu. Gejala seperti ini dialami oleh mereka yang depresi.
Jadi komunikasi manusia diatur
oleh otak, dan unsur neurotransmitter.
Gangguan jiwa seperti insomnia, depresi, manik, cemas , fobia, skizofrenia adalah permainan ketidak beresan neurotransmitter. Tugas psikiaterlah mengatur neurotransmitternya
untuk bekerja lebih baik melalui pengobatan. Akan tetapi perlu diingat bahwa bukan hanya neurotransmitter saja
yang perlu diperbaiki dalam komunikasi, namun juga ketrampilan berkomunikasi.
Komunikasi dan
ketrampilan berkomunikasi
Ketrampilan berkomunikasi tidak
dapat diselesaikan dengan menelan obat jiwa. Ia memerlukan pembelajaran sejak
anak belajar berkomunikasi. Ibu merupakan unsur utama dalam membangun
komunikasi yang bermakna. Menurut Maria Berger dari Program Parent-Child Mental
Health dalam Mental Health Minute, komunikasi dimulai sebelum anak dilahirkan.
Ia memerlukan suasana keluarga yang anggota keluarganya mempunyai ketrampilan
komunikasi yang baik. Komunikasi memerlukan keinginan untuk mendengar,
mengatakan, dan memerhatikan
makna yang dikatakan dan yang didengarkan. Banyak kata yang multi tafsir, akan
tambah multi tafsir makanala diekspresikan dengan bahasa tubuh yang bertolak
belakang dengan ekspresi.
Isu ketrampilan komunikasi bisa datang dari keterbatasan waktu
orangtua untuk kontak dengan anak.
Misalnya orangtua senantiasa memerintah tanpa alasan yang memadai
penjelasannya. Ketrampilan yang buruk dalam berkomunikasi dampaknya akan jauh
mendalam sampai masa depan, sebab ia kemudian membangun kepribadian anak ketika
dewasa. Ia menjadi orang yang berkomunikasi buruk sehingga hubungan sosial tidak berjalan lancar, dan pekerjaan akan terkena dampaknya secara ekonomi. Selain itu disertai hubungan dengan pasangan dan
kesehatan mental yang dapat
terganggu.
Meninggalkan pembicaraan dalam
suasana marah, berwajah masam, lelah, menolak, bagi seorang anak merupakan
beban besar. Ia akan dapat menggelembungkan suasana ini menjadi ancaman dunia
dalam kehidupannya, bukan hanya ancaman ibu terhadapnya. Seorang ibu yang bijak akan mendengarkan perkataan anak
dan menjawabnya menggunakan pernyataan ‘saya’. Ibu yang bijak akan menghadapkan wajah pada anak, berusaha mengerti
apa yang diucapkan anaknya, menjaga keras dan nada suara.
Dengan cara demikian maka anak merasa ia didengarkan, merasa berharga diri, dan
dimengerti. Maka anak akan
belajar menjadi orang yang demikian pula.
Pembicaraan reflektif dapat
dilakukan melalui permainan mengulang perkataan anak atas pikiran dan
perasaannya. Contoh pernyataan ‘saya’ adalah “Kalau kamu lapar dan minta susu dengan senyum, saya merasa senang
dan membuat saya untuk cepat membuatkan susu buatmu. Terimakasih nak.”.
Teknik ini mengekspresikan perasaan anak untuk tidak terancam, merasa
menjadi anak yang ‘nakal’ atau dipersalahkan.
Selamat sehat jiwa, pengantar
masa depan lebih sejahtera.
*Tulisan ini terbit dalam Warta Bea Cukai
Membutuhkan Dr. Ratna Mardiati untuk Ketrampilan Komunikasi untuk STAF Anda, KARIR Anda, atau KELUARGA Anda?
Kontak kami Institusi Angsamerah
Membutuhkan Dr. Ratna Mardiati untuk Ketrampilan Komunikasi untuk STAF Anda, KARIR Anda, atau KELUARGA Anda?
Kontak kami Institusi Angsamerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar