Keputihan yang dialami oleh wanita hamil memang bukan hal yang aneh. Meski lazimnya disebabkan karena jamur, keputihan pada wanita hamil pun bisa diakibatkan oleh infeksi bakteri, yang disebut vaginosis bakterial (BV). Kondisi ini diakibatkan adanya perubahan komposisi bakteri di dalam vagina, sehingga menimbulkan keluhan keputihan yang berbau, gatal, nyeri, atau sensasi terbakar.
courtesy of topnews.in |
BV adalah keadaan yang umum dijumpai pada wanita usia produktif. Di Amerika Serikat, BV didapatkan pada 30% wanita usia produktif, dan juga sering ditemui pada ibu hamil. Diketahui bahwa BV dapat menyebabkan kejadian lanjutan yang tidak mengenakkan seperti meningkatnya risiko IMS (infeksi menular seksual), kelahiran prematur, dan radang organ reproduksi (endometritis postpartum).
Untuk mengatasi BV biasanya dokter akan memberikan antibiotik. Meski awalnya efektif, namun BV diketahui dapat terjadi berulang, bahkan ada uji coba yang menunjukkan kalau pengobatan dengan antibiotik tidak mampu mengurangi dampak buruk BV pada kehamilan. Agar dapat mengurangi angka kesakitan akibat BV, maka perlu dicari faktor risiko BV terutama pada ibu hamil. Melalui sebuah penelitian yang dilaporkan dalam American Journal of Obstetric and Gynecology, diketahui bahwa vitamin D memainkan peranan dalam terjadinya BV pada wanita hamil. Temuan ini berbeda dengan pada wanita yang tidak hamil.
Kekurangan vitamin D, meningkatkan risiko terjadinya BV pada wanita hamil, tapi tidak pada wanita yang tidak sedang mengandung. Beberapa faktor yang terkait dengan terjadinya BV pada wanita yang tidak hamil adalah:
- Douching (menggunakan pembersih vagina)
- Merokok
- Ras kulit hitam
- Usia muda saat mulai berhubungan seks (14 tahun)
Sementara untuk penggunaan kontrasepsi oral, malah menurunkan risiko BV pada wanita yang tidak sedang hamil.
Dari penelitian ini, maka diketahui bahwa faktor risiko terjadinya BV pada seorang wanita dipengaruhi oleh status kehamilannya. Kekurangan vitamin D adalah faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada wanita hamil agar tidak mengalami BV. Penelitian ini juga menyatakan perlunya evaluasi lebih lanjut tentang pemberian suplemen vitamin D untuk mencegah atau terapi tambahan dalam mengatasi BV pada kehamilan.
Keterbatasan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat ini adalah karena hanya dilakukan dalam satu waktu (metode potong lintang), perilaku seksual terbatas pada wanita berusia 20 tahun ke atas, informasi perilaku seks berisiko hanya didapat dari subyek yang berganti pasangan dalam setahun terakhir. Selain itu, perubahan metode yang dilakukan dalam lab juga dapat mempengaruhi hasil penilaian vitamin D, serta tidak dapat ditentukannya hubungan BV dengan usia kehamilan.
Kesimpulan yang diajukan oleh penelitian ini yaitu betapa pencegahan BV sangatlah penting dalam kehamilan, mengingat pengobatan menggunakan antimikroba/antibiotik gagal mengatasi kejadian lanjutan akibat BV. Sebagai usaha untuk mengoptimalkan pencegahan, pemberian vitamin D sebelum kehamilan juga dapat dilakukan dan mungkin membantu usaha pencegahan BV pada wanita hamil.
Referensi:
Vitamin D Deficiency Linked to Bacterial Vaginosis in Pregnant Women – Laurie Barclay, MD for Medscape
dr. Gina Anindyajati
Angsamerah Clinic
Graha Media Building Lt.2
Jl. Blora 8-10, Menteng, Jakarta Pusat 10310
+6221-3915189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar