Selasa, 05 November 2013

Sebuah Catatan Tentang Percaya Diri

courtesy of howwemontessori.typepad.com
Bagi yang mungkin pernah sebentar saja melihat video sekumpulan remaja sekolah menengah yang melakukan percobaan mengenai seksualitas di dalam kelas yang sempat heboh di dunia maya, akan melihat bahwa si remaja perempuan pemeran utama dalam video tersebut memperlihatkan bahasa tubuh yang mengisyaratkan ketidaknyamanan. Dalam beberapa kesempatan ekspresi wajah dan gerakan tubuhnya seperti ingin mengatakan “Sudah, sampai di sini saja…”. Akan tetapi, mungkin karena tidak enak dengan teman-teman yang lain, atau karena malu dianggap nggak asyik, maka yang kemudian terjadi adalah “Ya sudahlah, terserah deh mau ngapain aja…”

Perasaan terpaksa atau ya sudahlah tidak hanya terjadi untuk hal-hal seperti di atas. Seringkali ini juga menjadi masalah untuk menampilkan potensi sesungguhnya si remaja di bidang yang positif, akademik misalnya. Semua karena masalah rasa percaya diri. Bagaimanapun, kepercayaan diri adalah sebuah nilai yang melekat pada diri seseorang yang dia tentukan sendiri. Kepercayaan diri berasal dari individu tersebut, bukan dari orang lain. Maka ketika seseorang tidak bisa menaruh nilai percaya yang pantas terhadap dirinya sendiri, timbullah berbagai masalah.

Rasa percaya diri besar pengaruhnya dalam menentukan pola hubungan seseorang dengan orang lain. Apalagi pada remaja, saat peralihan dari masa kanak-kanak menuju orang dewasa. Anak yang tumbuh dengan rasa percaya diri yang tinggi biasanya lebih mudah untuk mengembangkan hubungan dengan kepedulian dan relatif kebal dari eksploitasi oleh orang lain.

Sementara itu, anak yang memiliki rasa percaya diri yang rendah cenderung memiliki tuntutan yang tidak realistis terhadap diri mereka sendiri. Biasanya mereka juga tidak mampu mengevaluasi diri mereka sendiri secara akurat. Karakteristik seperti inilah yang berisiko membuat anak mengalami kegagalan dalam aktifitas yang dia lakukan. Akibatnya ia akan memandang dirinya sebagai orang yang tidak berharga, dan menjadi lingkaran setan kegagalan.

Apa yang diajarkan di rumah hendaknya ditunjang dengan suasana positif di sekolah, sehingga proses menumbuhkan kepercayaan diri pada anak dapat berlangsung optimal. Dengan demikian anak akan tumbuh menjadi remaja yang berpandangan positif tentang dirinya dan dapat membuat dirinya bermanfaat bagi lingkungan.

Baik sebagai orang tua atau guru, hendaknya perlu menyisihkan waktu sejenak untuk bicara pada anak tentang apa yang diharapkan dari diri mereka. Anak yang tumbuh dengan kejelasan tujuan dalam hari-harinya akan terhindar dari perasaan ragu-ragu. Karena yang dibutuhkan seorang anak dalam tumbuh dan berkembang sesungguhnya adalah rasa aman (secure).


Referensi:
Resource Materials for Relationship & Sexuality Education from www.education.ie


dr.Gina Anindyajati


Angsamerah Clinic
Graha Media Building Lt.2
Jl. Blora 8-10, Menteng, Jakarta Pusat 10310
+6221-3915189



Tidak ada komentar:

Posting Komentar