Beberapa pekan terakhir, media massa kita dihebohkan dengan berita beredarnya video tentang tindakan seksual yang dilakukan oleh para remaja. Siswa-siswi sekolah menengah ini, mungkin atas dasar keingintahuan, melakukan eksplorasi atas seksualitas yang tidak pada tempatnya. Hal ini kemudian direspon oleh kepala daerah di ibukota dengan himbauan bagi sekolah untuk memberikan pendidikan seks bagi para siswanya. Mungkin, banyak orang tua yang berkilah bahwa anak mereka tidak mungkin melakukan hal seperti yang diberitakan, sehingga merasa pendidikan seks adalah sesuatu yang berlebihan untuk diberikan. Atau sebagian mungkin berpikir bahwa bila pendidikan seks diberikan maka anak akan semakin berusaha untuk mengeksplorasi seksualitasnya dengan perilaku yang berisiko.
courtesy of english.cntv.cn |
Pendidikan seks, atau sering disebut sebagai sex education, bukanlah sebuah pengajaran tentang bagaimana melakukan hubungan seks. Pendidikan seks adalah proses penyampaian informasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi seseorang, baik perempuan maupun laki-laki. Proses ini laiknya berlangsung seumur hidup, yakni dengan mengumpulkan informasi dan membentuk perilaku, kepercayaan, serta tata nilai. Pendidikan seks mencakup perkembangan seksual seorang anak manusia, kesehatan reproduksi dan seksual, hubungan interpersonal, kasih sayang, keintiman, persepsi seseorang akan tubuhnya (body image), serta peran jender.
Melalui pendidikan seks, kesehatan anak, terutama perempuan, dipercaya akan meningkat kualitasnya. Mengapa? Karena dengan adanya informasi, maka risiko seorang anak perempuan untuk mengalami kehamilan yang tidak diinginkan atau pernikahan dini menjadi jauh lebih kecil. Akses terhadap pendidikan merupakan kunci bagi pengembangan kualitas kesehatan suatu masayarakat yang dapat dinilai dari berkurangnya angka kesakitan dan angka kematian, angka kesuburan, bahkan kemiskinan. Mendidik seorang perempuan muda sama saja dengan menciptakan keluarga kecil yang sejahtera dan generasi penerus yang sehat.
Remaja membutuhkan informasi yang tepat tentang seks dan seksualitas untuk bernegosiasi tentang hubungan seksual, agar proses ini berlangsung dengan aman dan bertanggung jawab. Pendidikan seks hendaknya mencakup topik yang sangat luas, mulai dari biologi reproduksi, hubungan antar manusia, seksualitas, kontrasepsi, dan penyakit infeksi yang ditularkan secara seksual.
Tak bisa dipungkiri, orang tua memegang peranan penting sebagai tauladan bagi remaja, sehingga proses pendidikan seks dimulai dari rumah, seperti juga pendidikan yang lain. Mulai dari bayi anak diajarkan tentang kasih sayang, hubungan antar manusia, kelembutan, sentuhan, dan lain sebagainya. Seiring bertambahnya usia, anak dikenalkan dengan konsep apa yang pantas dan apa yang tidak pantas. Modal inilah yang akan menjadi batasan mereka dalam menyerap informasi yang beredar luas di masyarakat, apalagi dengan adanya teknologi informasi.
Sementara di sekolah, pendidikan seks bersifat sebagai pelengkap. Apa yang diajarkan juga harus tetap menghormati perbedaan nilai yang dibawa oleh ajaran keluarga maupun komunitas tempat si anak berkembang. Pendidikan seks di sekolah diharapkan dapat membantu si anak memiliki pandangan positif akan dirinya dan perubahan yang dia alami, member tambahan informasi tentang bagaimana cara menjaga diri dan kesehatannya, serta membantu menyiapkan anak dalam proses pengambilan keputusan untuk masa depannya.
Tujuan dari diberikannya pendidikan seks di sekolah adalah:
1. Menyediakan informasi yang akurat mengenai seksualitas manusia
2. Menyediakan kesempatan bagi remaja untuk mengembangkan tata nilai dan perilaku yang sesuai mengenai seksualitas
3. Membantu remaja mengembangkan kemampuan berhubungan interpersonal
4. Membantu melatih remaja untuk bertanggung jawab akan seksualitas dirinya, termasuk mengajarkan abstinensia, tekanan lingkungan untuk melakukan hubungan seks sedini mungkin, dan penggunaan kontrasepsi
Berdasarkan laporan dari sejumlah program mengenai seksualitas di kalangan remaja, pendidikan seks diketahui memberikan manfaat berupa:
1. Menunda onset terjadinya hubungan seksual
2. Mengurangi frekuensi berhubungan seksual
3. Mengurangi jumlah pasangan untuk berhubungan seksual
4. Meningkatkan penggunaan kondom dan kontrasepsi
Sangat penting bagi generasi penerus kita mendapatkan pendidikan mengenai kesehatan, termasuk pendidikan reproduksi dan seksual. Masalahnya, diskriminasi jender juga tidak luput dari bidang ini. Anak lelaki lebih memiliki keleluasaan mengeksplorasi seksualitasnya sementara anak perempuan dibiarkan dalam ketidaktahuan. Akibatnya terjadilah hal-hal yang mengancam keamanan dan kenyamanan anak-anak perempuan ini dalam proses perkembangan seksualnya. Padahal, tidak ada yang lebih penting dari pemberian informasi terhadap anak-anak ini. Karena dengan informasi, si anak memiliki kebebasan untuk memilih, memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan dewasanya secara mandiri. Bukankah kita semua ingin jadi manusia dewasa yang merdeka?
Referensi
dr.Gina Anindyajati
Angsamerah Clinic
Graha Media Building Lt.2
Jl. Blora 8-10, Menteng, Jakarta Pusat 10310
+6221-3915189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar