Courtesy of Ron Leishman |
Pada bulan April
yang lalu, Indonesia melalui Menteri Kesehatan menerima penghargaan karena
negara kita dinilai berhasil dalam mengendalikan penyakit tuberkulosis (TB).
Menurut data yang digunakan oleh USAID Global Health, keberhasilan pengobatan
TB mencapai 90% di Indonesia, sementara tingkat deteksi kasus TB baru di atas
70%. Sementara dalam praktek sehari-hari, tenaga kesehatan masih harus memutar
otak karena kasus TB yang ditemukan semakin meningkat. Bahkan bila biasanya TB
yang ditemukan adalah TB paru, saat ini TB ditemukan menyerang organ lain
seperti perut dan mata.
Berkenalan Dengan TB
Penyakit TB adalah
penyakit menular yang kemunculannya di masyarakat cukup tinggi, dan
diperkirakan terus meningkat. Umumnya penyakit ini dijumpai di negara
berkembang akibat keterbatasan kemampuan negara dalam memberikan layanan
kesehatan yang baik dan memadai bagi masyarakat. Selain itu juga karena
rendahnya pengetahuan dan penerapan hidup sehat oleh masyarakat akibat
permasalahan ekonomi.
Pada tahun 1992,
WHO (badan kesehatan dunia-PBB) menyatakan TB sebagai kegawatdaruratan global
akibat penularannya yang tak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya pasien TB
yang tidak berhasil disembuhkan, bahkan banyak juga yang berakhir dengan kematian.
Laporan tahun 2004 menunjukkan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru TB d seluruh
dunia.
Sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi oleh kuman TB, dengan sebaran terbanyak berada di daerah
Asia Tenggara. Indonesia sendiri pernah berada di urutan ketiga dunia untuk
jumlah penderita TB terbesar dan sekarang ada di posisi kelima, dengan 75%
penderita TB di negara berkembang adalah di usia produktif. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, TB merupakan penyebab kematian nomor 3 di
Indonesia. Meski angka kematian akibat TB sudah menurun jauh, nyatanya TB masih
menjadi penyebab kematian nomor 2 di Indonesia berdasarkan data tahun 2012. Betapa
TB begitu dekat dan begitu mengancam hidup kita.
Si Kuman Yang Tahan Asam
Tuberkulosis adalah
penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang jaringan paru atau jaringan tubuh
lainnya. Manusia adalah satu-satunya tempat yang dapat digunakan kuman untuk
berkembang biak. Kuman ini berbentuk batang dan bersfat aerobik obligat. Sehingga
pada kasus TB klasik, infeksinya hampir selalu ditemukan di bagian atas
paru-paru yang banyak mengandung udara.
Keluarga kuman ini
bersifat tahan asam, sehingga dengan pemeriksaan khusus menggunakan pengecatan Ziehl-Neelsen, Mycobacterium akan tercat warna merah muda pada latar yang kontras.
Untuk bisa memeriksa bakteri ini, biasanya diperlukan sampel dahak dari orang
yang dicurigai terkena TB. Dibutuhkan sekitar 10.000 organisme per mililiter
dahak untuk bisa memvisualisasikan bakteri ini.
Karena proses untuk
mendapatkan sampel yang memadai cukup merepotkan, kadang baik pasien maupun
dokter melalaikan pemeriksaan ini, yang berujung pada under-treatment atau over-treatment.
Kedua hal ini bisa menimbulkan permasalahan seperti rantai penularan yang terus
berlanjut dan kuman yang menjadi resisten terhadap obat (TB-MDR, multi drugs resistance) akibat ketidak
patuhan minum obat. Sementara kuman yang resisten akan menambah beban baik
pasien maupun negara. Karena sulit, kasus TB-MDR perlu 1,5 tahun pengobatan
dengan biaya yang mahal.
Dari Paru Hingga Otak
Kuman TB menyebar
melalui udara saat si penderita batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi. Yang
hebat, kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Orang lain yang
bernafas menggunakan udara yang sama dengan yang tercemar kuman TB bisa saja
kemudian terinfeksi TB; hal ini disebut dengan infeksi TB laten. Perlu diingat
bahwa TB tidak menular melalui berjabat tangan dengan penderita TB, berbagi
makanan/minuman, menyentuh seprai atau dudukan toilet, berbagi sikat gigi,
bahkan berciuman.
Infeksi laten
berarti orang tersebut telah terinfeksi kuman TB, namun karena daya tahan tubuh
yang bagus, maka kuman menjadi tidak aktif dan orang tersebut tidak sakit.
Orang dengan infeksi laten tidak mempunyai gejala TB dan tidak bisa menularkan
TB ke orang lain, berbeda dengan orang yang sakit TB. Bisa saja suatu waktu
orang dengan infeksi laten berkembang menjadi penyakit TB. Tak jarang orang ini
mendapat pengobatan pencegahan penyakit TB.
Orang dengan
penyakit TB memiliki kuman aktif dalam tubuhnya dan berpotensi menularkan ke
orang lain. Gejala yang umum seperti rasa lemah atau perasaan sakit berat,
kehilangan berat badan, demam, dan keringat malam hari. Bila TB mengenai paru,
maka gejala yang menonjol adalah batuk berkepanjangan, nyeri dada, dan kadang
batuk darah. Infeksi TB yang menyerang organ lain menunjukkan gejala sesuai
organ yang terkena.
Organ selain paru
yang bisa diserang TB adalah pleura (lapisan pembungkus paru), kelenjar getah
bening, selaput otak, perikard (pembungkus jantung), tulang dan persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, mata, dll. Biasanya infeksi
TB di luar paru dikaitkan dengan turunnya kekebalan tubuh terutama karena
HIV/AIDS. Riset menunjukkan jika lebih dari 50% pasien dengan AIDS mengalami TB
di paru dan organ lainnya.
Perlukah Saya Tes
TB?
Meski di Indonesia
angka kejadian TB tinggi, cakupan untuk deteksi kasus TB masih rendah karena
tidak semua orang sadar bahwa mereka mungkin telah terpapar dengan kuman TB.
Dengan tampilan awal batuk dan demam, orang mungkin akan mengira ini hanyalah
batuk biasa yang sembuh dengan sendirinya. Kehidupan masyarakat kita yang
tinggal di area padat dan lembab, menjadi faktor tingginya angka penularan TB
di Indonesia.
Umumnya tes TB memang
tidak dilakukan pada setiap orang. Mereka yang perlu dites adalah:
- Orang yang berhubungan dengan penderita TB
- Orang dengan infeksi HIV atau penyakit lain yang melemahkan kekebalan tubuh
- Orang yang memiliki gejala TB
- Orang dari negara di mana Tb lazim ditemui (Amerika Latin, Karibia, Afrika, Asia, Eropa Timur, Rusia)
- Orang yang tinggal di daerah padat penduduk (penjara, penampungan, panti sosial)
- Orang yang menggunakan narkoba
Karena TB merupakan
penyakit yang dianggap prioritas dalam kesehatan masyarakat, pelayanan
pemeriksaan dan pengobatannya pun tersedia di puskesmas. Awalnya dokter
melakukan anamnesis (menanyakan riwayat sakit dan faktor risiko), selanjutnya
dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan penunjang
berupa foto ronsen dada untuk melihat letak infeksi di paru.
Baku emas untuk
pemeriksaan TB adalah BTA (basil tahan asam), yaitu memeriksa adanya kuman dari
dahak yang dikumpulkan tiga kali (saat datang, pagi hari setelah bangun tidur,
dan saat datang kembali ke tempat periksa). Kuman diperiksa dengan pengecatan
khusus dan dilihat di bawah mikroskop.
Tes untuk TB bisa
dilakukan dengan metode tuberkulin (Mantoux),
yakni menyuntikkan sejumlah cairan ke dalam kulit dan melihat reaksinya dalam
beberapa jam. Petugas kesehatan akan melihat apakah ada kemerahan dan
pembengkakan yang diukur menggunakan penggaris untuk menentukan maknanya. Hasil
positif terdapat pada orang yang terinfeksi TB dan akan dilanjutkan pemeriksaan
lain dan penentuan pengobatan.Metode lain yang lazim dilakukan di luar negri
adalah tes darah untuk menilai sistem kekebalan tubuh terhadap TB. Tes ini
masih jarang dilakukan di Indonesia.
Hasil pemeriksaan
di atas yang digunakan dokter untuk mendiagnosis TB. Jika hasil dirasa
meragukan, maka dokter akan menunggu beberapa saat untuk mengulang tes dan
memastikan diagnosis TB.
Disiplin Minum Obat
Pengobatn TB
bersifat jangka panjang, umumnya sekitar 6-9 bulan. Sangat penting bagi
penderita TB untuk menyelesaikan pengobatan dan meminum obat sesuai resep dokter.
Penghentian obat sebelum waktunya bisa menyebabkan penderita TB kembali sakit (relaps). Sementara bila meminum obat
tidak sesuai aturan, kuman dalam tubuh bisa tetap aktif dan menjadi resisten
terhadap obat. TB yang resisten lebih susah diobati dan membutuhkan biaya yang
lebih mahal dibanding TB biasa.
Obat yang biasa
digunakan adalah isoniazid (INH), rifampisin, etambutol, dan pirazinamid.
Periode pengobatan dibagi dua, fase inisial selama 2 bulan, diteruskan dengan
fase lanjut selama 4-7 bulan dengan kombinasi obat tertentu. Pengobatan
dinyatakan komplit bila dosis tercapai atau periode pengobatan terpenuhi.
Penderita TB yang memiliki penyakit lain seperti AIDS tentunya memiliki
pengobatan lain selain TB.
Karena sifat
pengobatan yang membutuhkan disiplin tinggi, biasanya penderita TB memiliki
pengawas minum obat (PMO). PMO dipilih berdasarkan kedekatan (biasanya anggota
keluarga yang tinggal serumah) sehingga bisa mengingatkan waktu untuk minum
obat. Selain itu, PMO juga bertugas memperhatikan efek samping yang timbul pada
penderita TB yang mendapat pengobatan.
Efek samping
seperti mual muntah dan gangguan pendengaran mungkin saja menyebabkan penderita
TB enggan untuk melanjutkan pengobatan. Selama periode pengobatan penting juga
untuk mengecek fungsi hati karena pengobatan TB bisa menimbulkan gangguan di
sana. Jadi, selain rajin minum obat, penderita TB juga harus rajin kontrol ke
dokter.
Referensi
dr. Gina Anindyajati
g.anindyajati@ angsamerah.com
g.anindyajati@
Angsamerah Clinic
Graha Media Building Lt. 2
Jl. Blora 8-10, Menteng, Jakarta Pusat 10310
+6221-3915189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar