Sabtu, 04 Mei 2013

Tuberkulosis di Antara Kita

Courtesy of Ron Leishman


Pada bulan April yang lalu, Indonesia melalui Menteri Kesehatan menerima penghargaan karena negara kita dinilai berhasil dalam mengendalikan penyakit tuberkulosis (TB). Menurut data yang digunakan oleh USAID Global Health, keberhasilan pengobatan TB mencapai 90% di Indonesia, sementara tingkat deteksi kasus TB baru di atas 70%. Sementara dalam praktek sehari-hari, tenaga kesehatan masih harus memutar otak karena kasus TB yang ditemukan semakin meningkat. Bahkan bila biasanya TB yang ditemukan adalah TB paru, saat ini TB ditemukan menyerang organ lain seperti perut dan mata.

Berkenalan Dengan TB

Penyakit TB adalah penyakit menular yang kemunculannya di masyarakat cukup tinggi, dan diperkirakan terus meningkat. Umumnya penyakit ini dijumpai di negara berkembang akibat keterbatasan kemampuan negara dalam memberikan layanan kesehatan yang baik dan memadai bagi masyarakat. Selain itu juga karena rendahnya pengetahuan dan penerapan hidup sehat oleh masyarakat akibat permasalahan ekonomi.

Pada tahun 1992, WHO (badan kesehatan dunia-PBB) menyatakan TB sebagai kegawatdaruratan global akibat penularannya yang tak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan, bahkan banyak juga yang berakhir dengan kematian. Laporan tahun 2004 menunjukkan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru TB d seluruh dunia.

Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman TB, dengan sebaran terbanyak berada di daerah Asia Tenggara. Indonesia sendiri pernah berada di urutan ketiga dunia untuk jumlah penderita TB terbesar dan sekarang ada di posisi kelima, dengan 75% penderita TB di negara berkembang adalah di usia produktif. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, TB merupakan penyebab kematian nomor 3 di Indonesia. Meski angka kematian akibat TB sudah menurun jauh, nyatanya TB masih menjadi penyebab kematian nomor 2 di Indonesia berdasarkan data tahun 2012. Betapa TB begitu dekat dan begitu mengancam hidup kita.

Si Kuman Yang Tahan Asam

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang jaringan paru atau jaringan tubuh lainnya. Manusia adalah satu-satunya tempat yang dapat digunakan kuman untuk berkembang biak. Kuman ini berbentuk batang dan bersfat aerobik obligat. Sehingga pada kasus TB klasik, infeksinya hampir selalu ditemukan di bagian atas paru-paru yang banyak mengandung udara.

Keluarga kuman ini bersifat tahan asam, sehingga dengan pemeriksaan khusus menggunakan pengecatan Ziehl-Neelsen, Mycobacterium akan tercat warna merah muda pada latar yang kontras. Untuk bisa memeriksa bakteri ini, biasanya diperlukan sampel dahak dari orang yang dicurigai terkena TB. Dibutuhkan sekitar 10.000 organisme per mililiter dahak untuk bisa memvisualisasikan bakteri ini.

Karena proses untuk mendapatkan sampel yang memadai cukup merepotkan, kadang baik pasien maupun dokter melalaikan pemeriksaan ini, yang berujung pada under-treatment atau over-treatment. Kedua hal ini bisa menimbulkan permasalahan seperti rantai penularan yang terus berlanjut dan kuman yang menjadi resisten terhadap obat (TB-MDR, multi drugs resistance) akibat ketidak patuhan minum obat. Sementara kuman yang resisten akan menambah beban baik pasien maupun negara. Karena sulit, kasus TB-MDR perlu 1,5 tahun pengobatan dengan biaya yang mahal.

Dari Paru Hingga Otak

Kuman TB menyebar melalui udara saat si penderita batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi. Yang hebat, kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Orang lain yang bernafas menggunakan udara yang sama dengan yang tercemar kuman TB bisa saja kemudian terinfeksi TB; hal ini disebut dengan infeksi TB laten. Perlu diingat bahwa TB tidak menular melalui berjabat tangan dengan penderita TB, berbagi makanan/minuman, menyentuh seprai atau dudukan toilet, berbagi sikat gigi, bahkan berciuman.

Infeksi laten berarti orang tersebut telah terinfeksi kuman TB, namun karena daya tahan tubuh yang bagus, maka kuman menjadi tidak aktif dan orang tersebut tidak sakit. Orang dengan infeksi laten tidak mempunyai gejala TB dan tidak bisa menularkan TB ke orang lain, berbeda dengan orang yang sakit TB. Bisa saja suatu waktu orang dengan infeksi laten berkembang menjadi penyakit TB. Tak jarang orang ini mendapat pengobatan pencegahan penyakit TB.

Orang dengan penyakit TB memiliki kuman aktif dalam tubuhnya dan berpotensi menularkan ke orang lain. Gejala yang umum seperti rasa lemah atau perasaan sakit berat, kehilangan berat badan, demam, dan keringat malam hari. Bila TB mengenai paru, maka gejala yang menonjol adalah batuk berkepanjangan, nyeri dada, dan kadang batuk darah. Infeksi TB yang menyerang organ lain menunjukkan gejala sesuai organ yang terkena.
Organ selain paru yang bisa diserang TB adalah pleura (lapisan pembungkus paru), kelenjar getah bening, selaput otak, perikard (pembungkus jantung), tulang dan persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, mata, dll. Biasanya infeksi TB di luar paru dikaitkan dengan turunnya kekebalan tubuh terutama karena HIV/AIDS. Riset menunjukkan jika lebih dari 50% pasien dengan AIDS mengalami TB di paru dan organ lainnya.

Perlukah Saya Tes TB?

Meski di Indonesia angka kejadian TB tinggi, cakupan untuk deteksi kasus TB masih rendah karena tidak semua orang sadar bahwa mereka mungkin telah terpapar dengan kuman TB. Dengan tampilan awal batuk dan demam, orang mungkin akan mengira ini hanyalah batuk biasa yang sembuh dengan sendirinya. Kehidupan masyarakat kita yang tinggal di area padat dan lembab, menjadi faktor tingginya angka penularan TB di Indonesia.

Umumnya tes TB memang tidak dilakukan pada setiap orang. Mereka yang perlu dites adalah:
  •         Orang yang berhubungan dengan penderita TB
  •     Orang dengan infeksi HIV atau penyakit lain yang melemahkan kekebalan tubuh
  •     Orang yang memiliki gejala TB
  •     Orang dari negara di mana Tb lazim ditemui (Amerika Latin, Karibia, Afrika, Asia, Eropa Timur, Rusia)
  •     Orang yang tinggal di daerah padat penduduk (penjara, penampungan, panti sosial) 
  •     Orang yang menggunakan narkoba


Karena TB merupakan penyakit yang dianggap prioritas dalam kesehatan masyarakat, pelayanan pemeriksaan dan pengobatannya pun tersedia di puskesmas. Awalnya dokter melakukan anamnesis (menanyakan riwayat sakit dan faktor risiko), selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan penunjang berupa foto ronsen dada untuk melihat letak infeksi di paru.

Baku emas untuk pemeriksaan TB adalah BTA (basil tahan asam), yaitu memeriksa adanya kuman dari dahak yang dikumpulkan tiga kali (saat datang, pagi hari setelah bangun tidur, dan saat datang kembali ke tempat periksa). Kuman diperiksa dengan pengecatan khusus dan dilihat di bawah mikroskop.

Tes untuk TB bisa dilakukan dengan metode tuberkulin (Mantoux), yakni menyuntikkan sejumlah cairan ke dalam kulit dan melihat reaksinya dalam beberapa jam. Petugas kesehatan akan melihat apakah ada kemerahan dan pembengkakan yang diukur menggunakan penggaris untuk menentukan maknanya. Hasil positif terdapat pada orang yang terinfeksi TB dan akan dilanjutkan pemeriksaan lain dan penentuan pengobatan.Metode lain yang lazim dilakukan di luar negri adalah tes darah untuk menilai sistem kekebalan tubuh terhadap TB. Tes ini masih jarang dilakukan di Indonesia.

Hasil pemeriksaan di atas yang digunakan dokter untuk mendiagnosis TB. Jika hasil dirasa meragukan, maka dokter akan menunggu beberapa saat untuk mengulang tes dan memastikan diagnosis TB.

Disiplin Minum Obat

Pengobatn TB bersifat jangka panjang, umumnya sekitar 6-9 bulan. Sangat penting bagi penderita TB untuk menyelesaikan pengobatan dan meminum obat sesuai resep dokter. Penghentian obat sebelum waktunya bisa menyebabkan penderita TB kembali sakit (relaps). Sementara bila meminum obat tidak sesuai aturan, kuman dalam tubuh bisa tetap aktif dan menjadi resisten terhadap obat. TB yang resisten lebih susah diobati dan membutuhkan biaya yang lebih mahal dibanding TB biasa.

Obat yang biasa digunakan adalah isoniazid (INH), rifampisin, etambutol, dan pirazinamid. Periode pengobatan dibagi dua, fase inisial selama 2 bulan, diteruskan dengan fase lanjut selama 4-7 bulan dengan kombinasi obat tertentu. Pengobatan dinyatakan komplit bila dosis tercapai atau periode pengobatan terpenuhi. Penderita TB yang memiliki penyakit lain seperti AIDS tentunya memiliki pengobatan lain selain TB.

Karena sifat pengobatan yang membutuhkan disiplin tinggi, biasanya penderita TB memiliki pengawas minum obat (PMO). PMO dipilih berdasarkan kedekatan (biasanya anggota keluarga yang tinggal serumah) sehingga bisa mengingatkan waktu untuk minum obat. Selain itu, PMO juga bertugas memperhatikan efek samping yang timbul pada penderita TB yang mendapat pengobatan.

Efek samping seperti mual muntah dan gangguan pendengaran mungkin saja menyebabkan penderita TB enggan untuk melanjutkan pengobatan. Selama periode pengobatan penting juga untuk mengecek fungsi hati karena pengobatan TB bisa menimbulkan gangguan di sana. Jadi, selain rajin minum obat, penderita TB juga harus rajin kontrol ke dokter.
Referensi

dr. Gina Anindyajati
g.anindyajati@angsamerah.com

Angsamerah Clinic
Graha Media Building Lt. 2
Jl. Blora 8-10, Menteng, Jakarta Pusat 10310
+6221-3915189

Tidak ada komentar:

Posting Komentar