Sebagai salah satu
penyebab kematian terbanyak di dunia, rasanya hampir setiap orang sudah pernah
mendengar istilah stroke. Bahkan saat ini penyakit stroke tidak lagi
mendominasi para lansia tapi juga orang di usia produktifnya. Hal ini berkaitan
dengan pola hidup yang dianut banyak orang, yakni pola makan tak sehat, kurang
olah raga, serta kegagalan mengelola stres.
Penyumbatan dan Perdarahan
Stroke merupakan penyakit akibat gangguan aliran darah di otak, bisa terjadi karena ada pembuluh darah yang pecah di otak atau sumbatan di pembuluh darah. Aliran darah yang terganggu ini terjadi secara tiba-tiba sehingga menyebabkan kerusakan saraf. Stroke akibat pecahnya pembuluh darah di otak disebut dengan stroke tipe hemoragi (perdarahan). Sementara stroke karena sumbatan pembuluh darah disebut tipe oklusif atau iskemik. Sebagian besar stroke yang terjadi adalah tipe oklusif, mencapai 85% kasus.
Beberapa faktor
yang membuat seseorang berisiko mengalami serangan stroke adalah:
- Usia
Bertambahnya usia seseorang meningkatkan
risiko terjadinya stroke pada orang tersebut. Pada usia di atas 55 tahun,
risiko stroke bahkan meningkat hingga 2 kali lipat.
- Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi berisiko memecahkan
pembuluh darah karena tekanan di dindingnya yang sangat kuat. Selain itu
penderita hipertensi memiliki darah yang lebih kental sehingga mudah membentuk
gumpalan dan bisa menyebabkan stroke tipe oklusif. Tingginya tekanan darah juga
dipengaruhi tingginya kadar kolesterol, kebiasaan merokok, kurang olah raga,
dan lainnya.
- Jenis kelamin
Stroke lebih sering terjadi pada laki-laki,
yakni sekitar 19% lebih banyak dibanding pada wanita.
- Transient Ischemic Attack (TIA)
Adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi
sesaat karena adanya gangguan aliran darah di otak. Serangan ini bisa menjadi
prediktor serangan stroke pada orang yang bersangkutan. Gejalanya TIA dan
stroke sama, hanya saja pada TIA gejala cepat hilang (berlangsung kurang dari 5
menit), sehingga umumnya gejala ini tidak disadari atau dianggap enteng oleh
pasien. Semakin sering terjadi serangan TIA, maka risiko stroke juga semakin
tinggi.
Selain menanyakan
riwayat dan melakukan pemeriksaan fisik, dokter juga akan melakukan pemeriksaan
menggunakan CT Scan dan MRI untuk memastikan lokasi gangguan aliran darah dan
seberapa luas area di otak yang terganggu. Kedua pemeriksaan ini juga bisa
untuk mengetahui penyebab stroke, apakah karena pecahnya pembuluh darah atau
sumbatan pada pembuluh. Sumbatan selain karena gumpalan darah juga bisa terjadi
karena gumpalan lemak yang terlepas dari dinding pembuluh darah.
Gangguan aliran
darah ke otak menyebabkan otak kekurangan oksigen. Ketika oksigen suplainya
kurang, maka produksi energi di otak pun terhambat. Akhirnya proses ini
berlanjut sebagai kematian sel saraf (nekrosis dan apoptosis). Saraf yang mati
tidak bisa diperbarui sehingga memunculkan berbagai gejala, tergantung lokasi
saraf yang mati.
Apakah Setelah Stroke Bisa Pulih?
Kemungkinan
seseorang pulih setelah mengalami stroke bergantung pada banyak hal, seperti
tipe dan luasnya serangan pada otak, usia saat kejadian, serta tingkat
kesadaran setelah serangan. Secara statistik, hanya 1/3 pasien stroke iskemik
yang bisa kembali pulih setelah serangan. 1/3 pasien mengalami kecacatan jangka
panjang, dan 1/3 sisanya bersifat fatal.
33% pasien stroke
tipe apapun yang mendapat pertolongan dan terapi yang tepat dalam waktu 3 jam
setelah serangan, sangat mungkin pulih dalam waktu 3 bulan kemudian. Untuk
pasien stroke hemoragi, kemungkinan pulih sangat bergantung pada luasnya
perdarahan. Bila banyak, maka sifatnya fatal.
Gejala Stroke
Gambaran stroke
bagi orang banyak adalah stroke menyebabkan seseorang menjadi lumpuh, tidak
bisa berjalan, bicara cadel, tangan kaku, dan lain sebagainya. Gejala akibat
stroke muncul cepat terutama apada tipe hemoragi. Kebanyakan pasien akan
kehilangan kesadaran yang didului dengan nyeri kepala serta rasa limbung.
Lokasi rusaknya
saraf sangat mempengaruhi gambaran gejala yang muncul pada pasien. Misalnya
kelumpuhan separo anggota badan, keluhan yang berkaitan dengan sensasi
(kesemutan dan rasa baal), gangguan bicara maupun pengertian terhadap bahasa,
gangguan penglihatan sebelah, dan lain-lain.
Gejala akibat
stroke tak hanya bersifat fisik tapi juga bisa menimbulkan gangguan emosi dan
perilaku. Yang sering muncul misalnya menjadi pelupa, mudah marah, mudah
menangis, mudah tertawa, dan sebagainya.
Apa Yang Harus Dilakukan?
Jika menemui orang
yang terserang stroke, maka segera bawa ke rumah sakit. Belakangan ramai
beredar tips pertolongan pertama untuk stroke yakni dengan menusukkan jarum
pada ujung jari. Konon, ini dimaksudkan untuk mengencerkan darah. Pertolongan
semacam ini tidak dibenarkan dan tidak bermanfaat apapun juga.
Pada saat serangan
baru saja terjadi, dokter akan memberikan terapi yang bertujuan untuk
mengembalikan aliran darah di otak. Dalam waktu 3-6 jam setelah serangan,
daerah sekitar otak yang mengalami gangguan aliran darah masih mungkin
diselamatkan. Periode ini disebut dengan golden
period. Berikutnya baru dilakukan pengobatan untuk mencegah stroke ulangan
serta yang bertujuan untuk rehabilitasi.
Pencegahan Stroke
Orang yang pernah
mengalami serangan stroke, perlu memperbaiki banyak hal agar serangan ini tidak
berulang. Obat-obatan yang perlu dikonsumsi bertujuan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya penggumpalan darah, memelihara tekanan darah, serta
memulihkan metabolisme otak. Selain dengan obat, terapi dilakukan dengan
fisioterapi untuk memulihkan kemampuan fisiknya.
Pola makan orang
pasca stroke juga harus diatur agar kadar kolesterol terjaga dan tidak
mengalami obesitas. Selain itu, kebiasaan merokok juga perlu dihentikan. Pasien
pasca stroke harus kontrol teratur ke dokter berkaitan dengan efek samping obat
yang dikonsumsi dan kemajuan terapi yang dilakukan.
Referensi
dps.missouri.edu
www.cdc.gov
dr.Gina Anindyajati
Angsamerah Clinic
Graha Media Building Lt.2
Jl. Blora 8-10, Menteng, Jakarta
Pusat 10310
+6221-3915189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar