Courtecy Digitaltrends |
Menelusuri suasana Jakarta di resto, mall, kendaraan umum sekalipun
seperti kereta komuter ber AC, kita akan melihat para muda yang duduk asyik
menatap layar kaca bersegi empat.
Beberapa tahun belakangan ini memang pemandangan seperti ini hampir dipastikan
banyak terlihat di tempat umum. Apa yang dilakukan para muda
ini? Membaca. Luar biasa kalau kita lihat dari peningkatan kegemaran membaca.
Ada komik, ada majalah, ada koran, ada tulisan pengetahuan, tulisan fiktif ,
puisi, pantun, sampai pelajaran. Tak
usah menyediakan tas besar berisi banyak bacaan, cukup tas perempuan biasa
dapat ditempati alat membaca buku digital.
Beginilah riwayat buku elektronik atau buku
digital menurut Michael Kozlowski
1998: Buku elektronik hadir dipasaran : The Softbook and Gemstar’s
Rocket eBook Reader.
2000: Novel horor dari Stephen King, Ride the Bullet, mulanya hanya
diterbitkan melalui buku elektronik.
2003: Buku elektronik masih dipandang sebelah mata, buku cetak
masih sangat digemari. Kemudian terjadi perkembangan Gemstar tutup dibulan Juli
, Barnes & Noble berhenti menjual buku elektronik secara online. Pengritik
mengatakan buku digital tamat riwayatnya .
2004: Sony meluncurkan the LibriƩ, sebuah alat baca buku digital
menggunakan teknologi tinta elektronik eInk (electronic ink) . Buat membaca
masih kurang nyaman dimata, namun kini kejelasan di layarnya sudah sama dengan
buku cetak .
2007: Toku buku online Amazon.com meluncurkan the Kindle,
dibuat untuk pasar Amerika, terjual habis dalam lima setengah jam!.
2008: Books on Board (booksonboard.com) mulai menjual buku
digital untuk iPhones, .
Agustus2009: Sony membuat kaitan dengan perpustakaan via the Overdrive
digital network sehingga memingkinkan oerang meminjam buku melalui
perpustakaan digital. Perpustakaan ini ada di Amerika Serikat dan Singapura.
Oktober 2009: Amazon.com meluncurkan
Kindle 2, dean menjualnya ke lebih dari 100 negara. Kemnudian menyusul Barnes
& Noble meluncurkan eBook reader, Nook.
November 2009: Siswa sekolah swasta di Kanada menerima buku digital
dari Blyth Academy, berisi materi ilmu . Inilah sekolah pertama didunia yang
menggunakan buku digital Sony Readers.
Desember 2009: Lima penerbit besar, Conde Nast, Hearst, Meredith,
News Corp dan Time Inc, mengumumkan untuk bergabung membangun format buku
digital dan dijual melalui toko online menyaingi Amazone.com. Dan pada hari
Natal, Amazone menjual buku cetak pertamakalinya dan dijual dipasar buku.
Januari 2010– Pada pameran elektronik terlihat banyak e-readers
baru dari Asus, Sony, Plastic Logic, Samsung dan lainnya, menarik perhatian
para pembaca buku digital
April 2010 – Bergeraklah Apple iPad , dan banyak toko buku
elektronik menjajakan buku . BENQ and True Digital Form bermitra di Asia, membangun toko buku baru, muncullah
konglomerat buku elektronik di Timur .
Mei 2010 – Penguin Publishing dan Amazon bubar kongsi. Penguin
menarik bukunya dari Amazon dan membangun toko dengan Apple. Edisi buku melalui
Google, berisi ratusan penerbit dan penulis menjual bukunya melalui laman
mereka secara langsung dibulan Agustus.
Riwayat ini akan makin panjang
kalau kita menelusurinya riwayat buku dari batu tulis, papan tulis, sampai buku
cetak.
Buku adalah alat ampuh untuk kita mengerti banyak hal, juga teman di kala kita tidak berteman, teman mengiringi
asyik masuk alam mimpi. Kata anak saya si penggila bacaan, buku cetak punya
sensasi bau kertas yang nyaman. Buku cetak mudah dibawa, tidak memerlukan alat
baca elektronik (termasuk alat pengisi batere dan listrik). Banyak pencopet
atau pencuri tak suka mengutil buku. Dalam buku cetak kita dapat memberi tanda
mewarnai kata penting, menuliskan komentar, dan akan abadi disana.
Keuntungan membaca dari Buku Digital atau Elektronik
Beberapa keuntungan
membaca mealui buku digigtal, menurut Remez Sasson :
1. Kapan saja kita mau, langsung dapat dibaca. Duduk saja di rumah, ambil alat baca bukunya (komputer atau lainnya), cari toko/warung bukunya, pilih judulnya, bayar dengan alat bayar elektronik, langsung dibaca dan disimpan dalam alat bacanya (tak usah beli lemari buku)
2. Tak perlu mengadakan kertas, pabrik kertas, maupun pohon untuk bahan baku menuliskan apa yang dibaca .
3. Ketika memerlukan bacaan lain, segera dapat mengakes tanpa perlu ke perpustakaan, Anda hanya perlu mempunyai kecakapan menganalisis buku guna menimbang kebenaran isinya dan sumbernya .
4. Banyak buku digital dengan berbagai potongan atau bonus, yang jarang kita temui pada buku cetak .
5. Mudah dibawa tanpa membebani tubuh kita, mudah disimpan (tak perlu lemari atau ruang perpustakaan. Kemudahan ini membuat kita banyak kesempatan untuk membaca dimana saja seperti menunggu seseorang di halte bis atau mengantri pemeriksaan dokter,
6. Buku digital mempunyai links atau kaitan dengan sumber lainnya yang dapat segera diakses tanpa payah membongkar lemari buku perpustakaan atau beranjak ketoko buku
7. Judul buku dalam kategorinya lebih mudah dicari
8. Buku digital juga interaktif karena dapat terhubung dengan video, animasi, audio , film sehingga pembelajaran ilmu dapat disampaiakan dengan menarik dan mudah dimengerti. Bagi dosen, cara mudah memberi kuliah untuk dipahami.
9. Besar huruf dari buku elektronik dapat diatur, sehingga bagi orangtua yang sulit membaca huruf yang kecil-kecil dapat diatasi dengan cara ini
10. Buku elektronik memerlukan alat untuk membacanya seperti Amazon's Kindle, Jinke's Hanlin reader series, Sony's eReader series, dan banyak lagi teknologinya menggunakan tinta elektronik yang memungkinkan pembacanya dapat jelas dan nyaman membacanya.
11. Berbagai buku tersedia dalam bentuk ini baik cerita fiksi, komik, buku pengetahuan dengan kaitan hubungan yang segera terhubung dengan sumbernya ketika diperlukan. Berbagai majalah dapat dibaca, atau dibeli . Harganya cukup terjangkau, jauh lebih murah daripada buku cetak. Penerbitan majalah Indonesia sekalipun sudah banyak menjual majalahnya dengan cara online dan langsung baca.
Satu-satunya tantangan adalah jika warung bukunya tidak dapat melakukan penjualan melalui alat
baca kita.
Toko buku langganan saya di Singapura, sudah tutup,
nampaknya merugi menjual buku cetak. Ada
tiga isu penting yang dibicarakan dalam pertemuan asosiasi penerbitan
suratkabar dunia (WAN) di Hong Kong, November lalu, yaitu online and social
media, tablet publishing, serta mobile media. Perkembangan teknologi informasi
memang menyodorkan tantangan serius yang menyangkut hidup-matinya dunia
penerbitan cetak. Tiras penerbitan media cetak cenderung menyusut dan para
penerbit media mesti menyusun strategi baru agar perusahaan tetap bisa hidup.
Menurut Asosiasi Penerbit Amerika (AAP), per Juni 2011,
penjualan buku dewasa dengan kertas koran (paperback) merosot tajam sebesar
63,8% dalam waktu 12 bulan. Diperkirakan, ini setara dengan 85 juta dolar AS.
Untuk buku hardcover, penjualannya juga menurun. Walaupun prosentasenya lebih
kecil tapi tak kalah mencemaskan, yakni turun 25,4%
Dulu ketika saya harus memburu sumber informasi untuk WBC,
penerbit Amerika dan Eropa saya jelajahi melalui banyak kawan dan kerabat.
Bahkan untuk menulis thesis saya, adik saya yang waktu itu mengambil S3 di
Kanada, adalah sumber informasi saya. Semua file dikopi dan dikirim per kurir (maksudnya
kalau ada kawan mahasiswa yang pulang ke Indonesia, dibawa). Sekarang para
mahasiswa jika mendapat tugas menulis, langsung menyalin (meng copy) dan
menempel (paste) pada kertasnya, Dan beberapa mahasiswa yang saya tahu
seringkali tidak lagi mencermati kalimat serta isinya sehingga betul-betul
laksana sebuah bayangan dari cerita aslinya.
Perkembangan media buku elektronik juga terjadi, membaca
melalui iPad terasa makin nyaman, juga Kindle. Para produsen komputer tablet
berlomba untuk menciptakan produk yang nyaman bagi mata, mampu menyimpan ribuan
judul buku, mudah dibuka halamannya seperti membalik lembar baca halaman demi
halaman. Penjualan buku
melalui iPad dan Nook, melonjak sampai 167% atau sekitar 50 juta dolar AS. Di
Inggris, penjualan Kindle terdongkrak 20% dibandingkan tahun lalu.
Kita lihat perpustakaan Universitas Indonesia yang besar,
dibangun dengan perencanaan banyak judul buku cetak tinggal disana, kini
mungkin menata diri menggunakan bahan bacaan lebih ringkas, mudah diakses, murah,
dan tak memerlukan ruang yang besar
Indonesia
Tanah Airku
Buku elektronik atau digital masih terbatas digunakan di
negara kita. Selain karena alat untuk membacanya kurang terjangkau, sinyal alat
bacanya sering terganggu, terutama di daerah
jauh dari pemancar. Kalau berangan adanya komputer dengan tangkapan sinyal yang
baik di pelosok tanah air, maka
mungkin tak lagi ada anak tertinggal ilmunya sehingga perlu dihadirkan relawan baik hati untuk mengajar.
Bagaimana dengan para tetua? Masih banyak yang belum terbiasa dengan alat baca buku
digital.
Biasakan membaca maka kita akan lihat dunia.
*Tulisan ini
terbit dalam Warta Bea Cukai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar