Minggu, 23 Februari 2014

Memajukan Pedagang Kaki Lima, Jakarta 7 Januari 2014

Jika kita melewati Pasar Tanah Abang setelah 1 September 2013 anda akan merasakan perubahan. Lalu lintas lebih lancar, jalan menjadi lebih bersih karena Pedagang Kaki Lima (PKL) yang semula menempati bahu jalan telah ditertibkan. Mereka ditempatkan di gedung Blok G yang dapat menampung sekitar 900 PKL. Proses penertiban berjalan cukup lancar karena penertiban kali ini dilakukan tanpa kekerasan dan didahului dengan dialog yang cukup lama. Banyak pihak yang memuji pendekatan yang dilakukan terhadap PKL di Tanah Abang dan penertiban ini dinilai cukup berhasil. Bahkan beberapa kota lain di Indonesia yang juga mempunyai permasalahan dengan PKL berniat meniru penertiban ini. Namun kunjungan-kunjungan yang dilakukan oleh berbagai pihak secara langsung ke PKL ditempat penampungan mereka, menunjukkan keadaan yang di luar dugaan. Serombongan mahasiswa Universitas Indonesia yang ingin mengetahui keadaan terakhir PKL di Blok G awal November ini mendapatkan bahwa para PKL terutama dilantai 3 dalam keadaan yang amat memprihatinkan. Sekitar 200 kios di lantai 3 sepi pengunjung.


Sejak awal September mereka pindah ke Blok G dan beberapa pedagang baru berhasil menjual dagangannya seharga lima ratus ribu. Jangankan untuk makan sehari-hari, untuk biaya transport saja tidak mencukupi. Mereka mulai menjual barang-barang milik mereka di rumah untuk makan sehari-hari. Padahal semasa di pinggir jalan dagangan mereka dapat laku lima ratus ribu sampai sejuta dalam sehari. Para pedagang menjerit, jika keadaan tetap seperti ini mereka tidak mungkin bertahan. Mereka memerlukan kepedulian kita semua. Para pencinta binatang yang akan melepas binatang liar ke lingkungannya akan melakukannya secara bertahap. Mereka melatih binatang-binatang tersebut tahap demi tahap agar dapat bertahan hidup di kehidupan baru nanti. Tidak patutkah kita mencintai saudara-saudara kita para PKL? Patutkah kita hanya puas dengan lalu lintas yang lancar, jalan yang bersih sementara ratusan PKL di penampungannya dalam proses bertambah miskin ?

Selama ini keberadaan PKL dikaitkan dengan penertiban. PKL memacetkan jalan, mengotori kota karena itu harus ditertibkan . Padahal PKL punya potensi untuk maju dan sejahtera. Masih ingat Mas Agung, yang punya jaringan toko buku Gunung Agung. Beliau memulai usahanya dari gerobak di pinggir jalan Kwitang di Senen. Sekarang gerai Bebek Kaleyo sudah banyak bertambah, gerainya dibuka dimana-mana. Semula Bebek Kaleyo juga memulai usaha di pinggir jalan. Memang banyak juga PKL yang tidak sempat tumbuh bahkan gagal, namun mereka telah berani memulai usaha, berusaha keluar dari penggangguran. Karena itu kita perlu mengembangkan cara pandang lain dari hanya penertiban ke sudut pandang yang ingin memajukan dan menyejahterakan. Menurut Asosiasi Pedagang Kaki Lima jumlah PKL di Indonesia mencapai 22 juta, dapat kita hitung berapa jiwa yang bergantung hidupnya dari kegiatan PKL ini. Sebenarnya PKL tidak hanya menghidupi diri mereka saja, tapi mereka juga memasarkan produk industri besar dan produk rumah tangga. Menurut Hiza Siregar, ketua Asosiasi PKL Jakarta, jumlah penjualan PKL sehari dapat mencapai 225 milyar. Lihatlah berbagai macam minuman, mie instan, pakaian, sampai makanan produk rumah tangga semuanya dijajakan oleh PKL. Sudah waktunya kita menyadari potensi mereka dan memikirkan kemajuan dan kesejahteraan mereka. Selama ini secara sporadis memang sudah ada program yang membantu PKL namun program tersebut cakupannya hanya sedikit dan tidak direncanakan untuk berkelanjutan.

Jika kita menengok Chattuchak (sunday market) dan Patpong di Bangkok maka PKL yang ditampung di sana mencapai ribuan. Tidak hanya itu, wisatawan lokal dan mancanegara juga sengaja didatangkan sehingga penampungan tersebut menjadi terkenal sampai ke luar Thailand. Begitu juga Bugis market di Singapura. Di stasiun-stasiun kereta api di Tokyo tertampung ribuan pedagang kecil sementara di stasiun Cikini, Gondangdia dan puluhan stasiun lain ribuan PKL dan pedagang kecil digusur. Penumpang kereta api yang selama ini akrab dengan layanan pedagang kecil sekarang mendapati gerai lain seperti Starbuck, Dunkin Donuts yang harganya diluar jangkauan mereka. Program pengembangan usaha kecil pemerintah terlalu memusatkan pada bantuan modal. Mereka memang memerlukan modal dan pelatihan namun yang lebih mereka perlukan adalah kesempatan untuk berdagang. Karena pemerintah belum menyediakan tempat untuk mereka maka mereka berjualan di mana saja. Mereka tentu ingin berjualan di tempat yang nyaman, tidak mengganggu lalu lintas. Namun pemerintah tidak menyediakan tempat bagi mereka, sehingga tidak ada pilihan mereka terpaksa berjualan di pinggir jalan. Jumlahnya semakin lama semakin banyak sehingga akhirnya menganggu lalu lintas. Untuk itu kita perlu mencari jalan keluar agar PKL dapat maju tanpa harus memacetkan jalan dan mengotori kota.

Apa yang dapat dilakukan?
Tulisan mengenai PKL oleh akademisi ternyata banyak. Harlan Dimas (UNPAD) mengulas mengenai Street Vendor, Urban Problem and Economic Potential. Bahkan alm Prof. Moebyarto pada tahun 2004 telah mempertanyakan kebijakan yang akan diambil calon presiden dalam mengembangkan usaha kecil termasuk PKL. Kebijakan terhadap PKL di suatu negara tentu ditentukan oleh situasi politiknya. India merupakan negara yang memperhatikan PKL dan bahkan punya undang-undang tentang PKL. Di Indonesia mulai tumbuh minat untuk mempertimbangkan masalah PKL dalam pengembangan kota. Di Universitas Tarumanegara pernah dilakukan diskusi mengenai pengembangan PKL sebagai identitas kota, potensi ekonomi serta daya tarik wisatawan. Jika direncanakan dengan baik PKL dapat menjadi daya tarik tersendiri, seperti yang dicontohkan oleh pengaturan PKL di Maroko. Dengan demikian dukungan yang akan berarti bagi PKL adalah cara kita merubah pandangan. Semula PKL dianggap sebagai pengganggu kenyamanan masyarakat kota. PKL menjadi penghambat untuk menuju kota internasional. Namun banyak pakar perencanaan kota yang menawarkan konsep yang dapat mengakomodasi kehadiran PKL namun tetap menjaga keteraturan, ketertiban dan kecantikan suatu kota. Penataan PKL di Surabaya dinilai berhasil tidak hanya dalam mengembalikan kebersihan kota namun juga berhasil meningkatkan pendapatan PKL. Kebutuhan utama PKL adalah kesempatan berusaha.

Pemerintah perlu mempunyai program untuk menempatkan mereka di lokasi yang strategis. Untuk itu pemerintah perlu menyediakan lahan karena itu perlu anggaran yang memadai bukan hanya sekedar dipindahkan ketempat yang tidak mengganggu. Mereka adalah pedagang yang ulet, mau bermandi matahari dan terpapar debu jalanan. Berilah mereka kesempatan untuk berusaha maka mereka akan dapat maju dan berkembang. Stasiun-stasiun kereta api, terminal bus, halte bus, pusat perbelanjaan, perkantoran dapat menyediakan tempat yang layak untuk PKL. Teman-teman disainer dapat menciptakan desain gerobak yang menarik. Pemerintah dapat mengatur agar gerai perusahaan raksasa seperti Mc Donald, KFC, Dunkin Donuts ,Rumah Makan Sederhana, Bakmi GM dll dapat juga menampung PKL . Mereka diberi bahan dagangan yang tidak mengganggu bisnis yang ada tetapi menjadi pelengkap produk yang dijual. Bahkan media massa juga dapat memasarkan keberadaan mereka. Berita mengenai penggusuran dan penertiban yang selama ini menjadi tontonan sehari-hari akan berganti dengan berita menarik tentang dagangan unik para PKL yang akan merangsang rasa ingin tahu masyarakat. PKL juga dapat dijadikan tempat penjualan produk-produk kreatif seperti lukisan, kerajinan tangan dll. Pada masa-masa tertentu seperti menjelang Idul Fitri dan Idul Adha disediakan tempat khusus untuk PKL berjualan. Sudah tentu kita tidak ingin lagi melihat kambing dan sapi dijual di tepi jalan. Namun apakah pemerintah sudah memikirkan dimana binatang kurban tersebut hendak dipasarkan? Jika pemerintah menyediakan maka pedagang dan pembeli yang membutuhkan akan merasa tertolong.

Ukuran Keberhasilan
Sepintas lalu keberhasilan pembangunan suatu kota dapat diukur dari banyaknya gedung, jalan-jalan yang lancar, taman yang indah. Namun hendaknya kita jangan melupakan dimensi manusia dalam pembangunan. Pembangunan dijalankan untuk kesejahteraan manusia. Masyarakat memerlukan makan, perumahan, kesempatan kerja, kesempatan sekolah, hidup sehat dan rasa aman. Keberhasilan pembangunan perlu juga diukur melalui ukuran-ukuran tersebut. Saudara-saudara kita petani, buruh dan nelayan masih hidup tidak berkecukupan. Sekarang kita menyadari bahwa PKL jumlahnya juga sudah mencapai jutaan dan mereka pun perlu menikmati hasil pembangunan, bertambah maju dan sejahtera. Ketika Lula terpilih jadi presiden Brazil dia membawa anggota kabinetnya yang baru ke pemukiman kumuh dan memperlihatkan keadaan nyata penduduk miskin di Brazil. Dua kali periode pemerintahan, Lula berhasil memajukan Brazil. Kita berharap pemimpin baru di tahun 2014 nanti akan terjun memperbaiki nasib saudara-saudara kita yang masih hidup dalam keadaan tidak layak.

Mari kita renungkan pernyataan Muhammad Yunus peraih Nobel 2006. “Poverty is not created by poor. It has been created by institutions and policies".

Samsuridjal Djauzi.
Komunitas Sahabat Pedagang Kaki Lima
Artikel dimuat di kompas siang edisi 4 Januari 2014

2 komentar:

  1. jika ingin bagus ya harus ada kerjasama, pemerintah, swasta, dan pedagang itu sendiri

    BalasHapus