Courtesy of vectorstock “Love is life and if you miss love, you miss life.” –Leo Buscaglia |
Cinta itu yang
bikin hidup lebih hidup. Bukan cuma soal manisnya jatuh cinta, tapi juga
pedihnya patah hati dan geregetnya bertengkar dengan pasangan. Hal kecil sih, kejadian remeh sih, tapi tetap saja bikin hati gemas ingin komentar dan akhirnya
berujung pertengkaran.
Bayangkan saat lagi
santai duduk di sofa sambil baca majalah,
tiba-tiba si dia gonta-ganti saluran tv tanpa jelas mau menonton apa. Atau lagi
iseng ke supermarket berdua, jadi lama nggak
pulang pulang karena pasangan Anda belum selesai memilih es krim mana yang mau
dibeli, padahal ada siaran bola yang ingin segera ditonton. Keluarlah komentar
tentang plin-plan, sikap yang tidak
tegas; dibalas dengan betapa ribetnya hidup kalau dipusingkan dengan hal kecil
seperti itu. Adu argumentasi yang terjadi merembet kemana-mana, tapi inilah
yang sering terjadi. Bahkan kalau mau dipikir, baru juga beberapa hari yang
lalu meributkan hal serupa.
Pertengkaran kecil
yang terjadi berulang sering dianggap sebagai cara si pasangan berkomunikasi
untuk saling mengerti. Tapi sadarkah bahwa semakin lama, meski keributan ini
berasal dari sebuah hal sepele, sebuah kesalahpahaman, esensi dari keributan
itu sendiri tak lagi ada. Lama kelamaan pertengkaran macam ini hanya ritual
dalam hubungan Anda, sesuatu yang tak lagi membuat hati Anda pedih. Tidak ada
lagi maksud untuk menyelesaikan perbedaan antara Anda dan pasangan. Yang ada
seperti rasa kurang afdol dan keributan ini menjadi suatu kebiasaan.
Pernahkah Anda
mendengar “practice doesn’t make things
perfect, it makes thing permanent”? Adalah sesuatu yang sifatnya manusiawi,
jika kita mengulangi melakukan apa yang pernah kita lakukan sebelumnya. Maka
menjadi perlu untuk dipikirkan, apakah Anda membutuhkan pertengkaran yang sudah
kehilangan esensinya ini menjadi sebuah pola dalam hubungan dengan pasangan?
Sebuah tips dari
terapis perkawinan, Bill O’Hanlon, menyebutkan bahwa untuk mengurangi
pertengkaran dengan pasangan Anda bisa melatih otak Anda untuk membuat sebuah
asosiasi. Pikirkanlah sebuah syarat saat Anda merasa ingin mengomentari
perilaku tertentu dari pasangan. Misalkan Anda baru boleh memprotes pasangan
yang sedang mengganti-ganti saluran TV hanya jika Anda sedang mengenakan kaos
kaki. Atau Anda boleh mengkritik kebiasaan si dia yang suka meletakkan gelas
kopi sembarangan jika Anda sudah menguras kamar mandi. Contoh yang paling
gampang, Anda boleh mengomentari kebiasaannya melempar handuk ke kursi setelah
mandi tetapi hanya sambil berbisik.
Dengan
syarat-syarat yang dibuat sendiri, Anda akan terlatih untuk tidak mudah
mengutarakan keras-keras komentar Anda. Bahkan mungkin malah lupa akan
berkomentar tentang apa. Semua ini akan menghilangkan “racun” dalam hubungan
Anda dan terhindar dari pertengkaran yang tidak perlu. Hidup memang terdiri
atas hal yang kecil, namun bila terlalu fokus padanya maka kita akan kehilangan
gambaran besar tentang hidup itu sendiri ;)
Gina Anindyajati
(g.anindyajati@angsamerah.com)
Call us for help at +62 21 391 51 89
www.angsamerah.com
Call us for help at +62 21 391 51 89
www.angsamerah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar